Minggu, 11 Maret 2012

Melihat Pola Hidup Masyarakat Pedalaman Kalimantan

Selama bertahun-tahun saya berada di pulau Kalimantan ada hal yang paling mengusik benak, yaitu masalah pola hidup sehat masyarakat. Pertama saya terusik adalah ketika berada di pemukiman Dayak Punan Basap di Kabupaten Berau Kalimantan Timur, saat itu kebetulan saya bersama dr Matius, seorang dokter yang benar-benar peduli dengan masyarakat yang tidak mampu dan terpencil. Saat mengunjungi pemukiman Dayak Punan Basap tersebut dr  Matius menyimpulkan bahwa hampir penghuni pemukiman tersebut mengidap penyakit TB Paru. Kebetulan saya saat itu bekerja sebagai Community Development Officer sebuah tambang batu bara dan punya otoritas untuk mengeluarkan dana bagi kesehatan masyarakat, maka saya coba kirim beberapa orang yang paling parah untuk melakukan tes BTA (Bakteri Tahan Asam) dan Rontgen (Torax), dan ternyata hasilnya memang positif mengidap TB Paru.
Pengobatan TB Paru sangat susah diaplikasikan kepada masyarakat. Mereka tidak sabar untuk minum obat selama 6 bulan, 1 bulan minum obat dan meresa sedikit lebih baik maka mereka berhenti meminum obat tersebut. Beberapa bulan sakit lagi, diobati, berhenti lagi, serba tidak tuntas karena kesadaran dan pemahaman yang sangat kurang. Tingkat kematian karena TB Paru cukup tinggi,  salain itu kematian juga banyak disebabkan oleh malaria. Justru sangat jarang saya temukan warga di peadalaman meninggal karena sakit jantung.
Pola hidup masyarakat di pedalaman Kalimantan memang memprihatinkan, pola hidup bagi bebarapa suku dayak ada yang masih nomaden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Berburu dan meramu menjadi kebiasaan yang sudah turun temurun. Rumah yang sederhana dan sementara kurang cocok bagi kualitas hidup sehat. Pernah seorang dokter yang saya ajak ke pemukiman di pedalaman Kalimantan menyarankan agar masyarakat membuka jendela supaya cahaya matahari masuk dan udara segar bisa mengganti udara pengap dalam rumah, tapi yang didapat dari dokter tersebut adalah makian, “Kami sudah turun temurun hidup dengan rumah seperti ini, nenek kami bisa sampai tua, kami baik-baik saja, tahu apa kamu tentang hidup kami”.
Masyarakat sendiri lebih percaya kepada dukun adat daripada tenaga medis, faktor lain bukan masalah lebih percaya atau tidak, yang saya temukan sekarang adalah untuk sekali datang ke mantri kesehatan atau bidan desa masyarakat paling tidak harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 100.000, sementara jika mereka ke dukun biayanya jauh lebih murah bahkan kadang kala gratis. Fasilitas kesehatan di daerah tidak bisa dikatakan tidak ada, kenyataan hampir di setiap desa saya temukan bangunan puskesmas pembantu, tetapi tenaga medisnya yang tidak ada.
adat berdukun di masyarakat dayak
adat berdukun di masyarakat dayak
Saya tidak menyalahkan pola hidup masyarakat di pedalaman Kalimantan, karena kesadaran mereka tentang cara dan manfaat hidup sehat memang kurang. Solusi supaya pola mereka berubah adalah :
  1. Mengubah pola pikir masyarakat tentang kesahatan, cara paling efektif adalah meningkatkan kualitas pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang baik akan berkorelasi dengan tingkat kesadaran hidup yang sehat yang lebih baik pula.
  2. Meningkatkan sarana-prasarana kesehatan masyarakat dan menempatkan tenaga medis dengan kualitas pengabdian yang baik, bukan komersial, tentu pemerintah wajib untuk memberikan insentif bagi tenaga medis di padalaman supaya mereka betah mengabdi, bukan merasa diasingkan.
  3. Peningkatan kualitas ekonomi dengan pembuatan program ekonomi yang berkelanjutan, misal pembinaan kelompok masyarakat di bidang pertanian, perikanan, kerajinan, yang sesuai dengan potensi lokal dan serapan pasar.
Masyarakat pedalaman bukanlah suatu obyek tontonan kemiskinan bangsa, tetapi menjadi suatu subyek keprihatinan kita. Perlu komitmen dan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk memberdayakan masyarakat sehingga kualitas hidup mereka lebih baik.
Sumber Utama :  http://pendakigunung.wordpress.com/2009/06/11/kesehatan-melihat-pola-hidup-masyarakat-pedalaman-kalimantan/.

Tidak ada komentar: